EPISTAKSIS atau
mimisan memang bukan hal baru. Orang
dewasa maupun anak-anak mengalaminya. Faktor penyebabnya bermacam-macam.
Salah satu di antaranya adalah bersin yang terlalu kuat.
Menurut dr Inis Sumiati dari Rumah Sakit Sentra Medika, Depok, Jawa
Barat, epistaksis sangat sering dijumpai pada anak-anak. Tak heran,
banyak orangtua merasa takut dan bingung bila sang anak terkena
epistaksis. Epistaksis atau mimisan ini bukan merupakan suatu penyakit,
tetapi gejala dari suatu penyakit. Itu berarti epistaksis bisa terjadi
karena bermacam sebab, mulai dari yang ringan sampai yang berat.
Faktor Penyebab
Epistaksis dapat terjadi karena kelainan lokal pada rongga hidung atau
karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Kelainan lokal
dapat berupa trauma, seperti mengorek hidung, terjatuh, terpukul benda
asing, atau pun karena iritasi gas yang merangsang. Kelainan lokal lain
yang dapat menyebabkan anak terkena epistaksis adalah infeksi hidung dan
organ sekitarnya, perubahan lingkungan yang mendadak dan penyebab
lain.
Sementara kelainan bagian tubuh yang bisa menyebabkan
mimisan, antara lain penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti
tekanan darah tinggi dan kelainan pembuluh darah atau kelainan darah,
seperti turunnya kadar trombosit. "Penyebab mimisan memang sebetulnya
sangat kompleks, baik itu yang berupa ringan maupun yang berat yang
mendapatkan penanganan khusus," terang dr Inis.
Epistaksis
sendiri terbagi anterior atau depan dan posterior atau belakang. Untuk
kasus epistaksis anterior, trauma berasal dari bagian depan hidung, di
mana asal pendarahannya berasal dari
pleksus kiesselbach. Epistaksis anterior sendiri menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa pendarahan dari lubang hidung.
Sedangkan epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung
posterior melalui cabang fenopalatina. Epistaksis posterior sering kali
menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas, seperti mual, muntah darah,
batuk darah, dan anemia. Biasanya epistaksis posterior ini melibatkan
pembuluh darah besar sehingga terjadinya pendarahan menjadi lebih hebat.
Menurut dr Inis, epistaksis pada anak-anak umumnya berasal dari
little's area/pleksus kiesselbach yang
berada pada dinding depan dari septum hidung. Namun ada dua faktor yang
paling penting dari epistaksis pada anak-anak ini. Pertama, trauma
minor, seperti mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan.
Kedua, mukosa hidung yang rapuh, yaitu terdapat infeksi saluran napas
atas, pengeringan mukosa dan penggunaan steroid inhalasi melalui hidung.
Epistaksis biasanya juga sering terjadi pada musim atau cuaca panas,
yang mengakibatkan lendir hidung menjadi kering sehingga pembulu darah
teriritasi. Kadang-kadang bau bahan kimia yang sangat menyengat juga
dapat menimbulkan iritasi pada selaput lendir dan pembulu darah hidung.
Anak yang sedang pilek atau mengalami alergi pada hidung juga sering
mengalami mimisan. Bersin yang terlalu kuat juga kadang-kadang dapat
mengakibatkan terjadinya epistaksis. Kelainan bentuk anatomi hidung,
penyakit kronik, penyakit darah adalah beberapa keadaan yang juga
menyebabkan terjadinya epistaksis. Hanya saja angka kejadian kelainan
seperti ini masih sangat jarang.
Pengobatan
Pengobatan terhadap epstaksis harus disesuaikan dengan jenis dan
gejala yang dialami. Jika sang buah hati mengalami epistaksis enterior,
hal yang pertama kali harus dilakukan adalah meminta penderita duduk
tegak supaya tekanan vaskularnya berkurang dan mudah membatukkan darah
dari tenggorokan. Biasanya epistaksis anterior ini dapat juga dihentikan
dengan cara menekan kuping hidung selama 5-10 menit.
Jika
kedua cara di atas tidak membuahkan hasil, ada cara lain. Memasang
tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan
lidocain atau
pantocain
untuk menghentikan pendarahan dan mengurangi rasa nyeri. Setelah
pendarahan berhenti, sumbat sumber pendarahan dengan menyemprotkan
larutan perak nitrat 20-30 persen atau asam
trichloracetat 10 persen atau bisa juga dengan elektrokauter.
Lain halnya posterior. Sebagian besar darah masuk ke dalam mulut
sehingga pemasangan tampon anterior tidak dapat menghentikan pendarahan.
Pendarahan posterior lebih sukar diatasi karena biasanya hebat dan
sulit melihat bagian belakang dari rongga hidung. Tapi epistaksis
posterior ini dapat diatasi dengan memasang tampon Bellocq, yaitu tampon
yang mempunyai tiga helai benang, 1 helai di setiap ujungnya dan 1
helai di tengah. Tampon dipasang selama 2-3 hari disertai pemberian
antibiotik per-oral untuk mencegah infeksi pada sinus atau pun telinga
tengah.
Pada epistaksis yang berat dan berlubang, yang tak
dapat diatasi dengan pemasangan tampon, perlu dilakukan pengikatan
arteri etmoidalis anterior dan posterior atau arteri maksilaris interna.
Epistaksis akibat patah tulang atau septum hidung biasanya berlangsung
singkat dan berhenti secara spontan. Kadang-kadang timbul kembali
beberapa jam atau beberapa hari kemudian setelah pembengkakan berkurang.
Jika demikian, perlu dilakukan pembedahan patah tulang atau
peningkatan arteri. Pada penderita telangiektasi hemoragik herediter
(kelainan bentuk pembuluh darah), epistaksis yang hebat bisa menyebabkan
anemia berat yang tidak mudah dikoreksi dengan pemberian zat besi
tambahan.
Selain pengobatan itu, lanjut dr Inis, ada cara lain,
yaitu dengan menggunakan daun sirih. Secara tradisional, orang
Indonesia secara spontan akan menggulung selembar daun sirih (
piper betle lynn)
dan memasukkannya ke hidung untuk menyumbat darah yang keluar. Dalam
sekejap, aliran darah dari hidung berhenti. Memang harus diakui bahwa
sampai saat ini, belum banyak kajian ilmiah tentang kaitan epistaksis
dengan daun sirih tersebut. Tapi jika diisap, cairan daun sirih mampu
menghentikan pendarahan pada hidung.
lifestyle.okezone.com