Barus Dan kayu Kamper. Barus merupakan kota pelabuhan kuno di daerah Sumatera Utara lebih tepatnya sebelah utara kota Sibolga. Pelabuhan ini dibangun bahkan sebelum adanya Pelabuhan Gujarat
dan Mesir. Pedagang dari India, Asia Timur dan Timur Tengah yang akan
membeli kapur panjang untuk yang berasal dari cairan ekstrak kering
pohon kamper dari Suku Batak lokal yang kemudian dikenal sebagai kapur
Barus. Barus sebagai kota imperium dan pusat peradaban pada abad 28
SM-17 M, dan disebut juga dengan nama lain oleh India dan Timur Tengah ,
yaitu Fansur.
Menurut buku Nuchbatuddar karya Addimasqi dan Claude Gulliot dalam bukunya Barus, Seribu Tahun Yang Lalu menyatakan bahwa Islam dipeluk pertama kali di Nusantara oleh masyarakat Barus.
Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa sekitar tahun
625 M – hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah saw. menerima wahyu
pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah secara
terang-terangan kepada bangsa Arab – di sebuah pesisir pantai Sumatera
sudah ditemukan sebuah perkampungan Muslim.
Situs Lobu Tua diperkirakan sisa-sisa kejayaan
bandar niaga internasional Barus yang terkenal di seluruh penjuru dunia
sejak sebelum Masehi.Bandar niaga ini begitu ramai di karenakan ada satu
komditas yang tidak ada duanya di dunia yaitu Getah Pohon Kamper
sebagai bahan induk industri kimia baik masa lampau maupun saat ini.
Catatan yang lain diketahui berasal dari kitab Geographia yang dibuat Claudius Ptolomeus Gubernur Yunani yang berkuasa di Alexandria Mesir berupa
peta abad ke-2 M, yang menyebut Barus sebagai Barousai merupakan
pelabuhan besar yang memproduksi parfum (aroma), yang dikenal sebagai kapur
barus, emas, garam, rempah-rempah dan gading. Komoditas yang sangat
populer dan menjadi komoditas penting bagi Asia dan Eropa.Oleh sebab itu
Pelabuhan Barus pada waktu itu sekelas dengan pelabuhan Singapura, New
York ataupun Amsterdam saat ini.
Maka itu berarti sudah selayaknya Indonesia mempunyai
pelabuhan internasional yang menguasai perdagangan internasional karena
pada dahulunya nusantara kuno memiliki pelabuhan internasional yang
sangat berarti bagi pedagangan internasional.Bukankah komoditas
Indonesia saat ini masih banyak yang diperlukan dunia internasional
namun sayangnya dikarenakan pengelolaan sistem perdagangan yang salah
pada akhirnya hanya negara asing yang menikmati keuntungan tersebut.
Sebagaimana sudah menjadi hukum alam bahwasanya
suatu kebudayaan akan mengalami pasang dan surut, jejak Barus tiba-tiba
menghilang sekitar abad ke-12. Pada abad itu, jejak peninggalan Barus
yang sebelumnya tersebar luas tiba-tiba lenyap. Claude Gulliot
menyebutkan, kehancuran Barus karena serangan gergasi. Gergasi ini
adalah bajak laut yang pada periode itu menguasai perairan Nusantara
sedang Cerita lokal menyebutkan, gergasi adalah sosok raksasa yang
datang dari lautan.Pendapat lain yaitu Katrin Monecke dari Kent State
University menemukan jejak tsunami raksasa pernah terjadi tahun
1290-1400 di daerah Barus.Kemungkinan kota Barus tersebut lenyap
diterjang tsunami tersebut.
Setelah masa Barus permukiman pribumi di pantai
barat Sumatera kebanyakan menjauh dari laut.Dahulu, kota-kota di pantai
barat Sumatera ada di hulu-hulu sungai, tidak di tepi pantai,karena
belajar dari rawannya pantai barat Sumatera akan terjangan tsunami. Baru
setelah kedatangan Belanda dan Inggris yang membangun Kota Padang dan
Bengkulu , lambat laun permukiman mendekati pantai. Bayangan tsunami
pula yang saat ini menghantui Kota Padang dan Bengkulu. Belajar dari
sejarah, masa depan dua kota ini tergantung dari kesiap-siagaan dalam
menghadapi ancaman khususnya tsunami.
KAYU KAMPER
Getah Kayu Kamper digunakan sebagai sumber penting bahan baku untuk kimia organik, dan sebagai pengganti dari dupa dan parfum. Pohon tanaman ini memiliki sejarah yang sangat panjang yang didokumentasikan di Yunani kuno oleh Theophrastus, di Romawi kuno oleh Pliny the Elder, dan dalam kapur barus yang dikenal sebagai kemenyan dan bahan fermentasi minuman rum, sangat dikenal di Mesir kuno.
Bahkan Allah memuji getah pohon kamper dalam Al Qur’an Surah Al Insan ayat 5 “Sesungguhnya
orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman)
yang campurannya adalah air kafur”. Air Kafur ini merujuk pada minuman
tonik orang-orang kaya Mesir Kuno yang berasal dari getah Kamper yang
difermentasikan dengan sari buah.
Menurut An Anonymous Andalusian cookbook of the 13th century yang ditulis oleh Charles Perry
pada abad ke-13,kamper digunakan dalam resep di dunia Muslim Andalusia
Spanyol, mulai dari hidangan utama seperti goreng dan rebus untuk
makanan penutup. Di Eropa kuno dan abad pertengahan, kamper digunakan
sebagai bahan dalam permen dan jelly. Kamper juga digunakan dalam
berbagai macam hidangan gurih dan manis di Timur Tengah abad pertengahan
yang diterangkan dalam buku masak bahasa Arab, seperti al-Kitab al-Ṭabikh disusun oleh Ibn al-Warraq Sayyâr pada abad ke-10.
Kamper mudah diserap melalui kulit dan menghasilkan
perasaan pendinginan mirip dengan menthol, dan bertindak sebagai zat
anestesi dan antimikroba sedikit lokal. Ada anti-gatal gel dan gel
pendingin dengan kapur barus sebagai bahan aktif. Kamper merupakan bahan
aktif (bersama dengan mentol) produk yang aromanya di uap-uapkan,
seperti balsem dan Vicks VapoRub pada saat ini. Kamper juga dapat
diberikan melalui minum dalam jumlah kecil untuk gejala jantung ringan
dan kelelahan .
Pada abad ke 18 oleh Dokter Auenbrugger dari Swiss
menggunakan kamper untuk mengobati epilepsi dan psikosis pada rumah
sakit jiwa dalam bentuk minyak esensial untuk. Pada Tanggal 11 September
1854 terjadi epidemi kolera di kota Napoli. Dengan mencampurkan getah
kamper dengan alkhohol dengan proporsi tertentu ramuan tersebut berhasil
digunakan untuk mengobati epidemi kolera di daerah tersebut.
Pada tahun 1980, US Food and Drug Administration
menetapkan batas kamper diijinkan 11% dalam produk konsumen, dan produk
dicap sebagai minyak kamper dan obat gosok kamper benar-benar dilarang.
Karena pengobatan alternatif yang ada, penggunaan obat kamper tidak
disarankan oleh FDA, kecuali untuk kulit yang berhubungan dengan
penggunaan, seperti serbuk obat, yang mengandung hanya sejumlah kecil
kamper yang diperbolehkan. Begitulah bangsa asing yang selalu bersikap
mengkerdilkan produk Indonesia dengan segala kekayaan alamnya, berbagai
dalih selalu digunakan untuk menghalang-halanginya berkembang lebih baik
lagi.Bangsa asing banyak mengetahui kemanfaatan komoditas Indonesia
yang sangat diperlukan dunia namun anak negeri karena menuruti hawa
nafsu sesaat tidak menyadari hal tersebut bahkan cenderung menyepelekan.
INDUSTRI SINTESIS KAMPER
Mulai di abad ke-19, diketahui bahwa dengan asam
nitrat, kamper bisa teroksidasi menjadi asam yang turunan dengan senyawa
yang terkandung didalam kamper. Haller dan Blanc menerbitkan
semisynthesis kamper dari asam yang senyawanya sama dengan senyawa
kamper, yang meskipun secara struktur tidak sama. Sintesis total kamper
yang lengkap pertama kali diproduksi oleh Gustaf Komppa pada tahun 1903.
William Perkin memproduksi sintesis kamper yang lain beberapa waktu
kemudian. Sebelumnya, beberapa senyawa organik (seperti urea) telah
disintesis di laboratorium sebagai bukti dari konsep tersebut, tetapi
bagaimanapun juga kamper adalah produk alam yang lebih baik namun langka
dengan permintaan yang begitu besar di seluruh dunia. Komppa menyadari
hal ini dan mulai memproduksi industri sintesis kamper di Tainionkoski,
Finlandia, pada tahun 1907 dan dikenal saat ini dengan nama resin.
Resin
digunakan sebagian besar pada industri pengelolaan energi dan industri
berskala besar.Di Indonesia sendiri masih belum ada anak negeri yang
berperan dalam pengelolaan dan memproduksi bahan resin.Semua industri
kimia di kuasai oleh bangsa asing meskipun pada dasarnya bangsa ini kaya
akan bahan tersebut.Dalam industri pembangkit listrik resin diperlukan
untuk membersihkan boiler atau mesin pembangkit serta digunakan untuk
pemurnian airnya sebagai bahan baku pemanasan di dalam boiler yang
uapnya memutar generator.Begitu juga dalam elpiji, pada dasarnya gas
alam adalah tidak berbau. Untuk memberikan efek bau pada gas tersebut
agar mengetahui jika terjadi kebocoran maka diberikanlah campuran resin
tersebut yang senyawanya bisa menyatu dengan gas alam tersebut. Dalam
industri pengolahan gula resin juga digunakan untuk membersihkan
pipa-pipa produksi agar tidak mengarat dan perubahan dari gula kental
merah menjadi gula pasir putih.Dan semua resin itu di impor dari Negara
Eropa,Amerika bahkan dari Negara Malaysia.
Menyedihkan di Indonesia yang begitu banyak lulusan
sarjana kimia namun tidak mempunyai industri kimia berskala
internasional. Jika belajar dari sejarah Barus yang merupakan bandar
kimia dan berpengaruh di masa lampau seharusnya menjadi pelajaran dan
semangat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penguasa industri
kimia. Bahkan Tuhan pun sudah menganugerahkan alam nusantara sebagai
habitat bahan baku untuk menjadikan penguasa industri kimia yaitu pohon
kamper.
PUNAHNYA POHON KAMPER
Pohon kamper saat ini sesuai dengan Badan Pohon Dunia (IUCN /International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources ) di tetapkan statusnya sebagai pohon yang krisis dan terancam punah. Jika bangsa Indonesia mau disebut bangsa yang bersyukur seharusnya
berkewajiban mengembalikan habitat asli kamper di Sumatera bagian utara
dan Kalimantan bagian barat agar kelak tidak di cap sebagai bangsa yang
kufur nikmat.Dengan pengelolaan kayu kamper dengan benar, nilai kayu kamper jauh
lebih baik dari pada tanaman apapun.
Semakin luasnya perkebunan sawit adalah sebagian
salah satu penyebab pohon Kamper mulai punah. Selain itu karena salah
pengelolaan Kamper dan konspirasi bangsa asing hingga menyebabkan tidak
ekonomisnya nilai kamper.Bandingkan pada abad ke 12 dan abad ke 15
secara ekonomi nilai berat kamper sama seperti nilai berat emas seperti
yang di ungkapkan oleh Marcopolo dan Tomi Pires penjelajah asal Italia
dan Portugis. Maka sudah waktunya bagi Bangsa Indonesia kembali
membudidayakan pohon kamper sebagai jalan kembali menguasai perdagangan
kimia dunia bahkan bahan kimia yang ramah lingkungan.
sumber http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/01/20/barus-dan-kamper-521218.html