Follow my blog with Bloglovin

Bermacam Jenis Pohon Keruing

Bermacam jenis Pohon Keruing.
Keruing asam Dipterocarpus tempehes van Slooten
Keruing belimbing Dipterocarpus grandiflorus (Blanco) Blanco
Keruing beludu kuning Dipterocarpus conformis van Slooten
Keruing buah bulat Dipterocarpus globosus Vesque
Keruing bulu Dipterocarpus stellatus Vesque
Keruing daun besar Dipterocarpus applanatus van Slooten
Keruing daun tebal Dipterocarpus pachyphyllus Meijer
Keruing gondol Dipterocarpus kerrii King
Keruing jarang Dipterocarpus lamellatus Hook. f.
Keruing kasugoi Dipterocarpus validus Bl.
Keruing kerukup Dipterocarpus humeratus van Slooten
Keruing kerukup kecil Dipterocarpus hasseltii Bl.
Keruing kerut Dipterocarpus sublamellatus Foxw.
Keruing kesat Dipterocarpus gracilis Bl.
Keruing kipas Dipterocarpus costulatus van Slooten
Keruing kobis Dipterocarpus confertus van Slooten
Keruing mempelas Dipterocarpus crinitus Dyer
Keruing merah Dipterocarpus verrucosus Foxw. ex van
 Slooten
Keruing merkah Dipterocarpus acutangulus Vesque
Keruing neram Dipterocarpus oblongifolius Bl.
Keruing Palembang Dipterocarpus palembanicus van Slooten
Keruing putih Dipterocarpus caudiferus Merr.
Keruing Ranau Dipterocarpus ochraceus Meijer
Keruing rapak Dipterocarpus kunstleri King
Keruing shol Dipterocarpus lowii Hook. f.
Keruing tangkai panjang Dipterocarpus geniculatus Vesque

Pohon Keruing

Pohon KeruingKeruing atau Dipterocarpus adalah marga pepohonan penghasil kayu pertukangan yang berasal dari keluarga Dipterocarpaceae. Marga ini memiliki sekitar 70 spesies yang menyebar terutama di Asia Tenggara; mulai dari India dan Srilanka di barat, melalui Burma, Indocina dan Cina bagian selatan, Thailand, hingga ke kawasan Malesia bagian barat. Di wilayah Malesia, keruing tersebar di hutan-hutan Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan, Filipina, Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa. Jadi umumnya tidak melewati garis Wallace, kecuali yang ditemukan di Lombok dan Sumbawa.
Tumbuhan ini merupakan komponen yang penting dari hutan dipterokarpa. Nama ilmiahnya berasal dari bahasa Yunani yang berarti buah yang bersayap dua (di: dua; pteron: sayap; karpos: buah).

Keruing umumnya berupa pohon sedang sampai besar, dengan ketinggian tajuk mencapai 65m dan batang lurus, bulat gilig, gemangnya sering lebih dari 150cm hingga 260cm. Batang dan ranting mengeluarkan resin apabila dilukai, kadang-kadang amat berlimpah.
Ranting-ranting berambut, kasar atau halus, dengan bekas melekatnya daun penumpu yang tampak jelas. Daun-daun berseling, tunggal, seperti jangat, sangat bervariasi dalam ukuran, dengan urat daun sekunder menyirip lurus jelas terlihat di sisi bawah daun. Helaian daun menggelombang dan melipat di antara urat daun sekunder. Daun penumpu besar, lebar, sedikit menebal, lekas gugur.
Perbungaan tunggal atau dalam tandan pendek yang bercabang. Bunga besar, aktinomorf, berkelamin 2; daun kelopak 5 helai, tidak gugur, menyatu menjadi tabung yang membungkus bakal buah, dua taju di antaranya panjang atau semuanya pendek.
Buah geluk berukuran besar, terbungkus kelopak, sering dengan pelebaran tabung kelopak serupa sayap sempit atau gigir membujur di sisi luar, lima buah. Taju atau cuping kelopak di ujung buah membentuk dua sayap yang besar dan tiga taju kecil serupa telinga, atau lima taju kecil-kecil.

Keruing tumbuh dalam hutan perawan (primer) pada pelbagai habitat dari permukaan laut hingga ketinggian 1.500 m dpl. Sebagian besar jenisnya tumbuh tersebar, akan tetapi beberapa spesiesnya kerap ditemukan berkelompok atau hidup pada habitat yang khas. Misalnya D. oblongifolius di tepi sungai yang berarus deras, D. elongatus di tanah endapan tepi sungai, D. borneensis di tanah gambut di atas pasir putih, D. gracilis di wilayah beriklim musim, dan beberapa jenis lain yang berspesialisasi tumbuh di punggung-punggung bukit.
Seperti halnya meranti, keruing juga mengalami musim perbungaan raya. Pada musim-musim itu, yang berlangsung beberapa tahun sekali, pohon-pohon keruing berbunga dan berbuah banyak sekali. Masa berbunga berlangsung beberapa hari saja, dan tiga sampai lima bulan kemudian buahnya telah masak. Buahnya tidak memiliki masa dormansi dan berkecambah di tanah tak lama setelah jatuh dari pohon. Bahkan pada waktu cuaca basah sekali, adakalanya buah berkecambah tatkala masih menempel di rantingnya.
Semai keruing membutuhkan naungan untuk pertumbuhannya, akan tetapi masih cukup terang oleh sinar matahari yang masuk. Kondisi yang optimal bagi pertumbuhan berbeda-beda untuk setiap jenisnya, tetapi berkisar pada naungan 40 – 70%.

Marga ini juga penting untuk produksi kayunya, walaupun tidak sepenting Shorea. Keruing menghasilkan kayu bangunan umum, baik untuk konstruksi menengah maupun berat. Hampir semua jenis kayu keruing mempunyai struktur, warna, kekuatan dan keawetan yang serupa. Oleh sebab itu, semuanya digolongkan ke dalam kelompok kayu perdagangan yang sama, yakni keruing. Meskipun demikian, karena variasi yang tinggi dalam kerapatan kayunya, kadang-kadang keruing dibedakan lagi atas subkelompok keruing ringan, menengah-berat, dan berat.
Kayu keruing berkisar dari ringan (BJ 0,51) sampai dengan berat sekali (BJ 1,01), dengan sifat kayu yang agak keras hingga keras. Kayu keruing termasuk kuat (kelas kuat I-II) dan cukup awet (kelas awet III). Jika tidak diawetkan, kayu ini kurang tahan untuk pemakaian yang berhubungan dengan tanah, sehingga umumnya digunakan untuk keperluan interior seperti kusen pintu dan jendela, tiang, tangga, dan panel kayu lainnya.
Setelah diawetkan, keruing cocok untuk penggunaan konstruksi berat di luar ruangan, seperti tiang listrik atau telepon, pilar, pagar, bantalan rel kereta api, pembuatan kapal, dan dermaga. Pada umumnya kayu keruing mudah dan cepat menyerap zat pengawet seperti kreosot atau campuran pengawet dasar tembaga kromium-arsen. Keruing yang diawetkan tahan hingga 20 tahun dalam penggunaan.
Kandungan resin dan silika yang tinggi dalam kayu keruing agak menyulitkan penggergajian. Namun setelah dikeringkan, kayu keruing mudah dikerjakan dan dibentuk. Keruing agak sukar dikeringkan karena nilai penyusutannya yang tinggi; dari keadaan segar ke kering tanur mencapai 7,0% di arah radial dan 13,5% di arah tangensial. Sehingga apabila tidak hati-hati mengeringkannya, kayu ini mudah melengkung, pecah atau belah di ujungnya.
Di samping penggunaannya sebagai panel kayu, keruing juga secara luas dimanfaatkan untuk membuat venir dan kayu lapis. Kayu ini juga cukup baik untuk membuat papan partikel, harbor, serta sebagai bahan bubur kayu untuk pembuatan kertas. Secara lokal, kayu keruing juga digunakan untuk membuat arang .
Seperti telah disebutkan, keruing merupakan salah satu jenis terpenting dalam ekspor kayu Asia Tenggara sesudah meranti. Pada tahun 1987 Indonesia mengekspor keruing bercampur kapur (Dryobalanops spp.) sebanyak 213 ribu m³ senilai US$ 39 juta, yang meningkat pada 1989 menjadi 463 ribu m³ (lk. US$ 99 juta). Dari jumlah itu, sekitar 82% adalah kayu keruing.

Minyak dan resin

Semua jenis keruing juga menghasilkan semacam oleoresin yang dikenal sebagai minyak keruing atau minyak lagan; akan tetapi hanya beberapa jenis saja yang mampu berproduksi dalam jumlah yang berarti untuk perdagangan. Secara lokal minyak ini digunakan untuk memakal (mendempul) perahu, sebagai pernis perabotan rumah atau dinding, serta obat luka atau sakit kulit tertentu. Minyak keruing banyak diproduksi oleh Thailand, yang pada tahun 1984 menghasilkan hingga 1,7 juta liter.
Resin yang lebih kental dari keruing dikenal dengan nama umum damar. Untuk memperoleh damar, batang keruing dilubangi hingga mencapai kayu terasnya dan mengeluarkan cairan resin yang akan berkumpul di sudut-sudut lubang itu, yang dalam beberapa hari akan mengeras menjadi damar. Setelah gumpalan damar diambil, secara berkala lubang-lubang itu dibakar untuk merangsang kembali keluarnya resin. Beberapa jenis yang menghasilkan damar bermutu baik, di antaranya D. cornutus (tampudau), D. crinitus (tampurau), D. grandiflorus (keruing gajah), dan D. hasseltii (palahlar)[2].

sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Keruing

Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica), penghasil kapur barus (kamper)

Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica), penghasil kapur barus (kamper) ternyata termasuk salah satu tanaman langka. Pohon Kapur yang mampu menghasilkan kristal kapur barus dengan aroma khas ini menempati status keterancaman tertinggi yakni Critically Endangered (Kritis).
Pohon Kapur di Kalimantan disebut juga sebagai Ampadu, Amplang, Kapur, Kayatan, Keladan, Melampit, Mengkayat, Mohoi, Muri, dan Sintok. Di Sumatera selain disebut Kapur atau Barus tanaman ini dinamai Haburuan atau Kaberun.
Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut sebagai Borneo Camphor, Camphor Tree, Malay camphor atau Indonesian Kapur. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) nama resminya adalah Dryobalanops aromatica yang bersinonim dengan Dryobalanops sumatrensis (JF Gmel.) Kosterm., Laurus sumatrensis JF Gmel., Arbor camphorifera Rumph., Dipterocarpus Dryobalanops Steud., Dipterocarpus teres Steud, Dryobalanops camphora Colebr., Dryobalanops junghuhnii Becc., Dryobalanops vriesii Becc Correa., Pterigium teres, Shorea camphorifera Roxb.
Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica)
Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica)
Diskripsi Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica). Pohon kapur mempunyai ukuran yang besar dan tinggi. Diameter batangnya mencapai 70 cm bahkan 150 meter dengan tinggi pohon mencapai 60 meter. Kulit pohon berwarna coklat dan coklat kemerahan di daerah dalam. Pada batangnya akan mengeluarkan aroma kapur bila dipotong.
Daun Kapur tunggal dan berseling, memiliki stipula di sisi ketiak, dengan permukaan daun memngkilap, dan tulang daun sekunder menyirip sangat rapat dengan stipula berbentuk garis dan sangat mudah luruh. Bunga berukuran sedang, kelopak mempunyai ukuran sama besar, mempunyai mahkota bunga elips, mekar, putih berlilin, dan memiliki 30 benang sari. Pohon Kapur memiliki buah agak besar, mengkilap, dan bersayap sebanyak 5 helai.
Tanaman Kapur (Dryobalanops aromatica) tumbuh di hutan dipterocarp campuran hingga ketinggian 300 meter dpl. Persebaran tumbuhan langka ini mulai dari Indonesia (pulau Sumatera dan Kalimantan) dan Malaysia (Semenanjung Malaysia, Sabah, dan Serawak).
Tanaman Penghasil Kapur Barus atau Kamper. Pohon Kapur atau Dryobalanops aromatica merupakan salah satu tanaman penghasil kapur barus atau kamper selain tumbuhan Cinnamomum camphora. Kapur barus dari pohon Kapur ini telah menjadi komoditi perdagangan internasional sejak abad ke-7 Masehi.
Untuk mendapatkan kristal kapur barus, dimulai dengan memilih, menebang, dan memotong-motong batang pohon Kapur (Dryobalanops aromatica). Potongan-potongan batang pohon Kapur kemudian dibelah untuk menemukan kristal-kristal kapur barus yang terdapat di dalam batangnya. Mungkin lantaran penebangan yang membabi buta kemudian pohon Kapur menjadi pohon yang langka.
Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica)
Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica)
Selain menghasilkan kamper, Pohon Kapur juga dapat dimanfaatkan kayunya sebagai bahan bangunan, perkapalan, dinding, dan lantai karena memiliki kualitas kayu yang cukup baik.
Pohon Kapur yang Langka dan Terancam Punah. Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica) semakin sulit ditemukan di habitatnya. Pohon ini termasuk salah satu tanaman langka di Indonesia. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered atau Kritis. Status ini merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah.
Kelangkaan dan terancam punahnya spesies tanaman ini diakibatkan oleh penebangan yang membabi buta untuk mendapatkan kristal kapur barus di dalamnya. Padahal kandungan kampur dalam setiap pohon tidak sama, bahkan terkadang sangat kurang. Ancaman lainnya diakibatkan oleh kerusakan hutan dan kebakaran hutan.
Klasifikasi Ilmiah. Kerajaan: Plantae; Filum: Tracheophyta; Kelas: Magnoliopsida; Ordo: Theales; Famili: Dipterocarpaceae; Genus: Dryobalanops; Spesies: Dryobalanops aromatica. Sinonim: lihat artikel.